01 July 2012

Adakah Gharar pada Asuransi Syariah?

Gambar
Oleh: Puarman
Dalam kaidah fiqh ibadah semua bentuk ibadah dilarang, kecuali yg diizinkan. Sebaliknya dalam bermuamalah semua bentuk muamalah diizinkankan kecuali yang dilarang, termasuk diantaranya muamalah ekonomi. Kemudian apa saja yg dilarang dalam bermuamalah..?
Diantara yang dilarang adalah:  
1. Riba "...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (Al-Baqarah,2:275)

2. Kezaliman (zhulm) Dalam sebuah hadis qudsiy Allah berfirman: "Wahai hamba-hambaKu! Sesungguhnya Aku telah mengharamkan berbuat zhalim atas diriKu dan juga Aku haramkan kezhaliman sesama kalian, maka janganlah kalian saling berbuat zhalim". (HR.Muslim)  

3. Gharar (ketidakjelasan) Menurut istilah para ahli fiqh, gharar berarti: jual beli yang tidak jelas kesudahannya. Misalnya: Penjual berkata: "Aku jual barang yang ada di dalam kotak Ini kepadamu dgn harga Rp.100.000". Penjual tidak menjelaskan isi kotak dan pembeli pun tidak tahu fisik barang yang berada di dalam kotak. [1] Disini ada unsur untung-rugi (spekulasi).
Gharar termasuk atau hampir semakna dengan maysir (judi/ untung-untungan). "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji (yang) termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan. (QS.Al Maa'idah, 5:90)
Diceritakan oleh Abu Hurayrah. Dia berkata: Rasulullah SAW melarang jual beli (dengan cara lempar) batu kerikil dan jual beli (yang mengandung unsur) gharar.

Alhamdulillah asuransi syariah sudah terbebas dari unsur-unsur larangan diatas. Asuransi syariah menggunakan akad hibah (tabarru') antar sesama peserta dan memakai akad wakalah bil ujrah antara peserta dengan perusahaan.  

Gharar Dalam Akad Hibah
Kemudian pernah ada yg mengatakan bahwa dalam asuransi syariah pun terdapat gharar (ketidakjelasan) krn peserta tidak tahu kapan dan siapa yg akan mendapatkan manfaat dari dana tabarru' yg dikumpulkan. Ada 2 jawabannya:

1.Sebenarnya pernyatan ini tdk relevan lagi krn status dana tabarru' adalah hibah (sedekah). Setelah dihibahkan, ikhlaskan saja kapan dan siapa yg memanfaatkannya.

2.Menurut ahli fiqh, gharar dibolehkan pada akad hibah, sedekah dan wasiat.
Rasulullah SAW bersabda: "Tidak satu Dinarpun dari harta warisanku dibagi. Seluruh harta yang kutinggalkan setelah dikeluarkan nafkah isteri-isteriku serta gaji pekerja yg mengurus, maka harta warisanku aku sedekahkan"

Jumlah sedekah yg diberikan Nabi SAW tidak jelas (termasuk gharar), karena nafkah istri dan gaji pekerja tidak diperkirakan saat Nabi SAW berwasiat, mungkin naik harganya mungkin juga turun setelah Nabi SAW wafat. Ini berdampak terhadap tidak jelasnya jumlah sedekah Nabi SAW.

Dengan demikian, gharar yg terdapat pada akad hibah, sedekah dan wasiat tidak mempengaruhi keabsahan akad [2] dan ini diperbolehkan.

[1] DR.Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer
[2] Idem

Puarman
Perencana Keuangan Syariah
hp.0856 8809 666

No comments:

Post a Comment