21 February 2012

Mencari Keberkahan Dalam Investasi Syariah


Suatu hari Anda mendatangi sebuah minimarket untuk membeli minuman dingin. Kebetulan persediaan minuman di minimarket tersebut sangat terbatas karena mereka sedang menunggu suplai barang datang.

Minuman yang tersedia hanya ada 2 pilihan:

A. Minuman Bir dengan harga promosi hanya Rp.10.000 per botol

B. Air Mineral dengan harga Rp.25.000 per botol

Pertanyaannya, sebagai seorang muslim, anda mau pilih yang mana?

Jika anda memilih A, maka anda "beruntung" karena berkesempatan mendapatkan Bir dengan harga murah. Tapi seperti kita ketahui, seorang muslim HARAM hukumnya minum Bir.

Jika Anda memilih B, maka Anda akan "rugi" karena walaupun air mineral HALAL tapi harganya kemahalan.

Dalam posisi dilematis seperti ini Setan mulai merayu Anda dan berbisik kepada Anda agar memilih Bir saja, mumpung harganya lagi murah..!
Sebaliknya Iman Anda akan mengatakan bahwa Bir itu HARAM dan sebaiknya anda membeli Air Mineral yang sudah pasti HALAL walaupun harganya lebih mahal.
Analogi diatas banyak terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, misalnya saat kita dihadapkan pada pilihan antara:

1. Bank Syariah atau Bank Konvensional (ribawi)

2. Asuransi Syariah atau Asuransi Konvensional

3. Investasi Syariah atau Investasi Konvensional (ribawi).

Jika kita hanya mengedepankan aspek keuntungan finansial atau materialisme saja, memang pilihan Investasinya sedikit lebih banyak dibanding pilihan investasi yang sesuai syariah. Karena dalam syariah ada batasan-batasan investasi yang dilarang oleh agama, seperti bank berbasis bunga, pembiayaan ribawi, pabrik rokok, pabrik minuman keras, investasi di tempat hiburan malam, perdagangan barang atau jasa yang haram zatnya (haram li-dzatihi), dll

Hal ini juga bisa kita lihat di Bursa Efek Jakarta, dari total 443 emiten, hanya 214 emiten yang termasuk dalam Daftar Efek Syariah.

Walaupun jumlah efek syariah baru 50% dari pilihan yang ada, namun ini patut kita syukuri karena sudah tersedianya cukup banyak pilihan untuk berinvestasi syariah dalam rangka mencari rezeki yang berkah.

Contoh tempat Investasi yang sesuai syariah:
  • Saham Syariah
  • Obligasi Syariah (Sukuk)
  • Unit Link Syariah
  • Reksadana Syariah
  • Perbankan Syariah
  • Emas
  • Dll
Dengan beragamnya pilihan investasi yang sesuai syariah, rasanya tidak ada alasan lagi untuk tidak segera beralih dari jalur Ribawi ke jalur Halal.

Menurut Perencana Keuangan Syariah Ahmad Gozali, prinsip utama seorang muslim dalam berinvestasi adalah:
  1. Halal: Produk investasinya haruslah yang halal, karena rezeki yang boleh dimakan adalah yang Halal dan Baik
  2. Berkah: Investasi yang dilakukan harus bisa membawa keberkahan, baik untuk investor maupun untuk masyarakat
  3. Bertambah: artinya menguntungkan
Sebagai penutup saya mengutip Statemen Bp.Fadjar Hutomo, ST.MMT, CFP, AEPP, QWP, beliau Direktur Utama A Venture Capital Company.

Inilah konsep beliau tentang Keberkahan:

“Berbicara keuangan syariah seharusnya tidak melulu mengedepankan aspek keuntungan finansial atau materialisme.
Keputusan untuk berhijrah dari keuangan ribawi ke keuangan syariah seharusnya tidak didasari pada pertimbangan kuantitatif.
Seharusnya lebih didasarkan pada aspek keimanan dan ketakwaan, niat untuk membersihkan harta yang akan dinafkahkan bagi keluarga.

Kalaupun ingin mempertimbangkan faktor keuntungan atau manfaat, ingatlah hadits ini :

Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan sesuatu yang lebih baik.' (HR. Ahmad 5/363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Inilah konsep keberkahan. Konsep ekonomi kapitalis/ribawi adalah konsep mencari keuntungan sebesar2nya.
Konsep ekonomi syariah adalah konsep mencari keberkahan sebesar2nya.

Mampukah kalkulator anda mengkuantifikasi keberkahan dari Allah SWT ? Ingatlah bahwa sebaik2 rizki adalah rizki karena ketakwaan kepada Allah”.

wallahu alam wa bishowab

Puarman

puarman@yahoo.com

0856 8809 666

No comments:

Post a Comment